Pengertian, Dasar Hukum, Azas – Azas Dalam Hukum Perikatan
Pengertian, Dasar Hukum, Azas –
Azas Dalam Hukum Perikatan
A. PERIKATAN
Perikatan adalah hubungan – hubungan hukum atau kaidah hukum antara 2 orang yang terletak di lapangan vermogen recht ( hukum harta kekayaan ) dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi sedangkan yang lainnya berkewajiban membayar prestasi.
Unsur perikatan sebagaimana definisi tersebut :
1.
Adanya lega (norma hukum)
2.
Adanya para pihak yang disebut
subyek hukum
3.
Adanya obyek hukum yang disebut
4.
Adanya sesuatu harta kekayaan atau
benda.
Sedangkan
definisi perjanjian atau persetujuan (overeenskomst) sebagaimana dijelaskan
pasal 1313 BW, arti perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana seseorang
atau beberapa orang mengikatkan dirinya kepada seseorang atau beberapa orang
lainnya atau perjanjian atau persetujuan antara 2 orang atau lebih yang saling
mengikatkan dirinya
B. DASAR HUKUM
PERIKATAN
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
I.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming
)
II.
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu
persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang
lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena
undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang.
C. Asas hukum
perikatan
a.
Diposkan oleh
velanthin di 06:24
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni
menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
b.
Asas Kebebasan
Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338
KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
c.
Asas
konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu
lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal
yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat adalah
a)
Kata Sepakat
antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri,
yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata
dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b)
Cakap untuk
Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa
para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan
tidak di bawah pengampuan.
c)
Mengenai Suatu
Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
d)
Suatu sebab yang
Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu
harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
D. Azas-azas
hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni
1)
Azas Kebebasan
Berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam
membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari
perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan
perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang,
ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2)
Azas
Konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
E. Macam-Macam
Perikatan
·
Perikatan
Bersyarat (Voorwaardelijk)
Perikatan
bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di
kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin
untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian
yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian
itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau
mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Contohnya apabila A berjanji pada B
untuk membeli mobilnya kalau A lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk
memperjanjikan, bahwa suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan
apabila kejadian yang belum tentu itu timbul.
·
Perikatan yang
Membolehkan Memilih (Alternatief)
Ini adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih
macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan
lakukan. misalnya ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya
atau uangnya.
·
Perikatan
Tanggung-Menanggung (Hoofdelijk atau Solidair)
Suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-sama sebagai
pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau
sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu
orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat
dalam praktek.
·
Perikatan yang
Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi (Deelbare Verbintenis)
Suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung apda
kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari
kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan
tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka,
jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang
lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan
ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya.
·
Perikatan dengan
Penetapan Hukuman (Strafbeding)
Untuk
mencegah jangan samapai si berhutang dengan mudah sajua melalaikan
kewajibannya,dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang
dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya, dalam praktek
banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila
ia tidak menepati kewajibannya.
·
Perikatan yang
Digantungkan pada Suatu Ketetapan Waktu (Tijdsbepaling)
Perbedaan anatar suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu
ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau
tiadak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan
datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya
meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada
suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti
perjanjian-perburuhan,suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu
setelahnya dipertunjukkan dan lain sebagainya.
F Hapusnya
Perikatan
Hapusnya Perikatan menurut ketentuan pasal 1381 KUHP, ada sepuluh cara hapusnya perikatan,
yaitu:
a. Karena pembayaran
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan
c. Karena adanya pembaharuan hutang
d. Karena percampuran hutang
e. Karena adanya pertemuan hutang
f. Karena adanya pembebasan hutang
g. Karena musnahnya barang yang terhutang
h. Karena kebatalan atau pembatalan
i. Karena berlakunya syarat batal
j. Karena lampau waktu
·
https://aramayudho.wordpress.com/2012/04/07/dasar-hukum-perikatan/
·
https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perikatan/
Komentar
Posting Komentar