Hukum Perjanjian Baku / Standar yang pasal - pasalnya ditentukan Perjanjian diatur dalam BW
PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU
A.
Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu
Perjanjian
Menurut pasal 1313 KUHPerdata:
“Suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.
Apabila diperhatikan, adapun
unsur-unsur dari perjanjian itu adalah:
a) Terdapat
para pihak sedikitnya 2 ( dua) orang
b) Ada
persetujuan antara para pihak yang terkait
c) Memiliki
tujuan yang akan dicapai
d) Memiliki
prestasi yang akan dilaksanakan
e) Dapat
berbentuk lisan maupun tulisan
f) Memiliki syarat-syarat tertentu sebagai isi
dari perjanjian
Sedangkan
di dalam buku Yahya Harahap disebutkan menurut Sudikno Mertokusumo: “Perjanjian
adalah hubungan hukum/ rechtshandeling dalam hal mana satu pihak atau lebih
mengikat diri terhadap satu atau lebih pihak lain”. Istilah perjanjian
berkaitan dengan perikatan ( verbintenis). Menurut Subekti perikatan adalah
suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa konkret.
Di
dalam perjanjian terdapat asas-asas sebagai rangkaian prinsip atau norma atau
patokan dasar yang berguna untuk dipedomani dalam mengatasi kesulitan dalam
pelaksanaan suatu perjanjian. Mariam Darus mengemukakan 10 asas perjanjian,
yakni:
1. Asas
kebebasan mengadakan perjanjian
2. Asas
persesuaian kehendak
3. Asas
kepercayaan
4. Asas
kekuatan mengikat
5. Asas
persamaan hukum
6. Asas
keseimbangan
7. Asas
kepastian hukum;
8. Asas
moral
9. Asas
kepatutan
10. Asas
kebiasaan
Sedangkan
menurut Sudikno Mertokusumo, asas-asas hukum dalam perjanjian adalah pikiran
dasar yang umum sifatnya, dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum
yang konkrit yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim
yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat
dalam peraturan konkrit tersebut.
Asas-asas
hukum perjanjian yang dikemukakan meliputi:
a. Asas
konsensualisme
Diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undangundang bagi emreka yang membuatnya”
b. Asas
kebebasan berkontrak
Pada dasarnya manusia bebas mengadakan
hubungan dengan orang lain. Termasuk di dalamnya adalah hubungan kerja sama
maupun mengadakan suatu perjanjian.
c. Asas
kekuatan mengikat suatu perjanjian
Perjanijan yang telah dibuat dan
disepakati oleh para pihak yang terlibat mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang
bagi para pihak.
d. Asas
itikad baik
Pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
dinyatakan: “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”
e. Asas
kepribadian
Pada Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya
tak seorang dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”
Di
dalam pasal 1320 KUHPerdata juga dimuat tentang syarat sah nya suatu
perjanjian, yaitu:
a. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
Suatu perjanjian bisa terlaksana apabila
terdapat kata sepakat antara para pihak mengenai obyek yang diperjanjikan,
memiliki kesesuaian paham dan kehendak atas perjanjian.
b. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
Yang dimaksud dalam syarat ini adalah
cakap menurut hukum sesuai yang diatur oleh KUHPerdata, yang dewasa, dan sehat
akal pikirannya.
c. Suatu
hal tertentu
Merupakan hal- hal yang diperjanjikan
yang dituangkan dalam perjanjian, mulai dari hak dan kewajiban, obyek
perjanjian, dan penyelesaian apabila terjadi sengketa nantinya.
d. Suatu sebab yang halal
Dalam perjanjian, klausula yang dituangkan harus
bersifat halal, artinya tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
peraturan perUndangUndangan, maupun kebiasaan norma masyarakat yang telah
diakui.
Memperjelas
keempat syarat itu, Subekti menggolongkannya ke dalam 2 (dua) bagian, yakni:
a. Mengenai
subjek perjanjian, adalah orang yang cakap atau mampu melakukan perjanjian
sesuai peraturan perUndang-Undangan.
Adapun
sepakat (konsensus) adalah dasar dari terbentuknya perjanjian, dimana para
pihak memiliki kebebasan dalam menentukan kehendaknya tanpa ada paksaan.
b. Mengenai
objek perjanjian, adalah apa yang dijanjikan oleh masingmasing pihak yang
tertuang dengan jelas di dalam perjanjian, dimana objek tersebut tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umu, dan kesusilaan.
Sedangkan
dalam N. B. W( New Burgelijk Wetboek) Belanda, telah terjadi perubahan atas
syarat- syarat di atas, dimana syarat ke-3 dan ke-4 dalam pasal 1320 telah
dijadikan satu sehingga N. B. W menyebutkan syarat sahnya perjanjian ada 3,
yaitu:
a. Kesepakatan
b. Kemampuan
bertindak
c. Perjanjian
yang dilarang
Subekti
menambahkan, bahwa apabila tidak dipenuhinya syarat subjektif dalam perjanjian
dapat dimintakan pembatalan perjanjian kepada Hakim, namun apabila syarat
objektif tidak terpenuhi, maka dapat dibatalkan demi hukum.
B.
Pembatalan Perjanjian
Dalam
KUHPerdata telah diatur mengenai pembatalan perjanjian. Pasal 1321 KUHPerdata
menyebutkan 3 (tiga) alasan pembatalan perjanjian, yaitu:
a. Kekhilafan
(kesesatan dwaling), Pasal 1322 KUHPerdata
Yaitu keadaan dimana masing-masing pihak
saling tersesat terhadap objek perjanjian atau pernyataan kesesuaian kehendak
dari salah satu pihak tidak sesuai dengan kehendaknya. Menurut R. Subekti
kekhilafan atau kekeliruan terjadi jika salah satu pihak khilaf tentang hal-hal
pokok apa yang diperjanjikan atau tentang dengan orang-orang siapa perjanjian
itu diadakan. Karenanya kekhilafan itu ada dua macam:
1) Mengenai
orangnya Karenanya kekhilafan itu ada dua macam:
2) Mengenai
bentuknya yaitu objek perjanjian.
b. Paksaan
(dwang), Pasal 1324, Pasal 1325, Pasal 1326, dan Pasal 1327 KUHPerdata
Suatu keadaan di mana seseorang
melakukan perbuatan karena takut dengan ancaman atau di bawah ancaman baik
ancaman fisik maupun ancaman rohani. (Pasal 1324 KUHPerdata)
c. Penipuan
(bedrog), Pasal 1328 KUHPerdata; Pasal 1328 KUHPerdata menyatakan: “Penipuan
merupakan suatu alas an untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat yang
dipakai salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa
pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu
muslihat tersebut.”
Pada
Pasal 1338 KUHPerdata dikatakan: “Perjanjian dibuat secara berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya” Jenis-jenis perjanjian itu sendiri terdiri
dari beberapa aspek:
a. Berdasarkan
cara lahirnya:
1. Perjanjian
Konsensuil
2. Perjanjian
Formal
3. Perjanjian
Riil
b. Berdasarkan
pengaturannya:
1. Perjanjian
Bernama
2. Perjanjian
Tidak Bernama
c. Berdasarkan
sifat perjanjian:
1. Perjanjian
Pokok
2. Perjanjian
Accesoir
d. Berdasarkan
prestasi yang diperjanjikan:
1. Perjanjian
Sepihak
2. Perjanjian
Timbal Balik
e. Berdasarkan
akibat yang ditimbulkan:
1. Perjanjian
Obligatoir
2. Perjanjian
Kebendaan
C.
MACAM-MACAM PERJANJIAN
1. PERJANJIAN
KONSENSUIL DAN PERJANJIAN FORMIL
Ø Perjanjian Konsensuil merupakan perjanjian yang dianggap sah kalau sudah ada
consensus diantara para pihak yang membuat. Perjanjian semacam ini untuk sahnya
tidak memerlukan bentuk tertentu.
Ø Perjanjian Formil merupakan suatu perjanjian yang harus diadakan dengan
bentuk tertentu, seperti harus dibuat dengan akta notariil. Jadi perjanjian
semacam ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta notaris dan tanpa itu
maka perjanjian dianggap tidak pernah ada
2. PERJANJIAN SEPIHAK DAN PERJANJIAN
TIMBAL BALIK
Ø Perjanjian Sepihak merupakan suatu perjanjian dengan mana hak dan
kewajiban hanya ada pada salah satu pihak saja. (contoh : perjanjian
hibah/pemberian, maka dalam hal itu yang dibebani kewajiban hanya salah satu
pihak, yaitu pihak yang member, dan pihak yang diberi tidak dibebani kewajiban
untuk berprestasi kepada pihak yang memberi).
Ø Perjanjian Timbal Balik merupakan suatu perjanjian yang membebankan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak (misal : perjanjian jual-beli, perjanjian
tukar-menukar, dll.).
3. PERJANJIAN OBLIGATOIR DAN
PERJANJIAN ZAKELIJK
Ø Perjanjian Obligatoir merupakan suatu perjanjian yang hanya membebankan
kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian di situ baru menimbulkan
perikatan (contoh: pada perjanjian jual-beli, maka dengan sahnya perjanjian
jual-beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang dijual. Tetapi dari
perjanjian itu menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual diwajibkan
menyerahkan barang dan pihak pembeli diwajibkan membayar sesuai dengan
harganya. Selanjutnya untuk beralihnya suatu benda secara nyata harus ada
levering/penyerahan, baik secara yuridis maupun empiris) .
Ø Perjanjian Zakelijk merupakan perjanjian penyerahan benda atau levering
yang menyebabkan seorang yang memperoleh itu menjadi mempunyai hak milik atas
benda yang bersangkutan. Jadi perjanjian itu tidak menimbulkan perikatan, dan
justru perjanjian itu sendiri yang menyebabkan beraluhnya hak milik atas benda.
4. PERJANJIAN POKOK DAN PERJANJIAN
ACCESSOIR
Ø Perjanjian Pokok merupakan suatu perjanjian yang dapat berdiri sendiri
tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya (contoh : perjanjian jual-beli,
perjanjian kredit, dll.).
Ø Perjanjian Accessoir merupakan suatu perjanjian yang keberadaannya
tergantung pada perjanjian pokok. Dengan demikian perjanjian accessoir tidak
dapat berdiri sendiri tanpa adanay perjanjian pokok (contoh : perjanjian hak
tanggungan, perjanjian pand, perrjanjian penjaminan, dll.).
5. PERJANJIAN BERNAMA DAN PERJANJIAN
TIDAK BERNAMA
Ø Perjanjian Bernama merupakan perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur
dai dlam Buku III KUHPerdata atau di dalam KUHD, seperti : perjanjian
jual-beli, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian kredit, perjanjian asuransi,
dll.
Ø Perjanjian tidak Bernama merupakan perjanjian yang tidak diatur dalam KUH
Perdata dan KUHD, antara lain : perjanjian penyerahan hak milik sebagai
jaminan, perjanjian jual-beli dengan angsuran/cicilan.
D.
STANDAR KONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari
bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu
kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak
tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam
bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini
ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan
data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam
klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak
mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau
mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan
adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak
seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks,
suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi
suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi
lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Di Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan
negara yang merupakan campur tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh
para pihak. Sebagai contoh yang paling dikenal adalah yang menyangkut hubungan
antara buruh dan majikan/pengusaha.
Tetapi tidak semua tingkat peraturan
perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak, namun hanya UU
atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi saja yang
memepunyai kekuatan hukum untuk emmbatsai bekerjanya asas kebebasan berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan yang
berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan pembolehan
terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari berlakunya
perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1.
Pasal 6.5. 1.2.
dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi
ketentuan itu adalah sebagai berikut :
·
Bidang-bidang
usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
·
Aturan baku dapat
ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui
sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja
panitia diatur dengan Undang-undang.
·
Penetapan,
perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada
persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara.
·
Seseorang yang
menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau menerima
penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
·
Janji baku dapat
dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui pihak
kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui isinya.
2.
Pasal 2.19 sampai
dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT (Principles of International Comercial
Contract).
Prinsip UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur
hak dan kewajiban para pihak pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan
berkontrak karena prinsip kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa
membahayakan pihak yang lemah. Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai
berikut :
Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak
menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku aturan-aturan umum tentang
pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 – pasal 2.22.
Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang
oleh salah satu pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak
lainnya.
Ketentuan ini mengatur tentang :
a. Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b. Pengertian kontrak baku.
3.
Pasal 2.20
Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut
Suatu persyaratan dalam persyaratan-persyaratan
standar yang tidak dapat secara layak diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan
tidak berlaku kecuali pihak tersebut secara tegas menerimanya.Untuk menentukan
apakah suatu persyaratan memenuhi ciri seperti tersebut diatas akan bergantung
pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4.
Pasal 2.21
berbunyi “dalam hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan
standar dan tidak standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan
berlaku.”
5.
Pasal 2.22
Jika kedua belah pihak menggunakan
persyaratan-persyaratan standar dan mencapai kesepakatan, kecuali untuk
beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak disimpulkan berdasarkan
perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan persyaratan-persyaratan standar
yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali suatu pihak sebelumnya telah
menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan untuk memberitahukannya kepada
pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan untuk terikat dengan kontrak
tersebut.
6.
UU No 10 Tahun
1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
7.
UU No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah dikeluarkannya peraturan-peraturan
tersebut diatas menunjukkan bahwa pada intinya kontrak baku merupakan jenis
kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan untuk dilaksanakan oleh kedua belah
pihak karena pada dasarnya dasar hukum pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi
pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan
umum sehingga perjanjian kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak
yang membuatnya.
E.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/44231/Chapter%20II.pdf;sequence=3
2. https://santirahma.wordpress.com/2016/04/04/macam-macam-perjanjian-dan-perikatan/
3. https://gindafahnurrahman.wordpress.com/2017/06/08/standar-kontrak-dalam-hukum-perjanjian/
Komentar
Posting Komentar